Food Estate: Antara Harapan dan Kritik Cak Imin

 

Food Estate: Antara Harapan dan Kritik
Food Estate: Antara Harapan dan Kritik Cak Imin

Food Estate (comunitynews) -  Cawapres nomor urut satu, Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin, mengungkapkan keprihatinannya terkait upaya pengadaan pangan nasional melalui konsep Food Estate yang terbukti mengabaikan peran petani Indonesia. Melalui program strategi nasional (PSN) 2020-2024, Food Estate menjadi sorotan utama sebagai konsep pengembangan pangan terintegrasi.


Progres Food Estate di Indonesia


Food Estate, sebuah konsep pengembangan pertanian, perkebunan, dan peternakan terintegrasi, dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo dan menjadi bagian dari PSN. Program ini mencakup berbagai sektor di sebuah wilayah, dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial yang modern.


Food Estate dikelola secara profesional, memanfaatkan sumber daya secara optimal dan lestari. Fokus utamanya adalah pada sistem agribisnis yang menggantungkan diri pada pemberdayaan masyarakat adat dan lokal, menjadi landasan pembangunan wilayah. Komoditas utama yang dikembangkan meliputi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, buah-buahan, sayur-sayuran, sagu, kelapa sawit, tebu, dan ternak sapi atau ayam.


Lokasi Food Estate


Food Estate telah tersebar di empat lokasi strategis, yakni Kalimantan Tengah, Kabupaten Merauke di Papua, Kabupaten Bulungan di Kalimantan Timur, dan Kabupaten Kubu Raya di Kalimantan Barat. Pemerintah, melalui Badan Pangan Nasional (National Food Agency - NFA), berupaya meningkatkan ketahanan pangan nasional dengan mengoptimalkan lahan di seluruh Indonesia.


Capaian dan Tantangan


Menurut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, progres ekstensifikasi dan intensifikasi lahan Food Estate di Kalimantan Tengah sudah berjalan baik. Realisasi intensifikasi lahan mencapai 45.000 ha, dengan ekstensifikasi lahan mencapai 16.000 ha per akhir 2022. Namun, kritik juga muncul terkait dampaknya terhadap petani lokal.


Kuntoro Boga Andri dari Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa intensifikasi di Kalteng berhasil meningkatkan produktivitas, namun, masih ada catatan terkait efek jangka panjangnya terhadap petani tradisional. Sementara itu, di Sumba Tengah, dampak positif terlihat dalam penurunan angka kemiskinan.


Sejarah Panjang Food Estate


Tak bisa dipisahkan dari sejarah panjangnya, Food Estate bukanlah program baru. Mega Rice Project pada era Soeharto dan MIFEE pada masa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah implementasi sejenis. Tujuannya, tetap konsisten: memastikan swasembada pangan dan energi, serta mengurangi ketergantungan terhadap pulau Jawa.


Antara Harapan dan Kritik


Food Estate menjadi tanda tanya besar di tengah masyarakat. Di satu sisi, konsep ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional dan mengurangi kemiskinan. Di sisi lain, kritik muncul terkait dampaknya terhadap petani lokal yang seolah terpinggirkan.


Sementara pemerintah mencatat progres positif, perlu diingat bahwa implementasi program ini harus tetap memperhatikan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Food Estate bukan hanya soal produksi, tetapi juga bagaimana dampaknya terhadap kehidupan petani, keberlanjutan lingkungan, dan keseimbangan ekosistem.


Dengan begitu, Food Estate bukan sekadar lahan yang ditanami tanaman, tetapi juga tanah yang menjadi tempat tumbuhnya harapan dan kritik, sebuah langkah yang harus dijalankan dengan bijak demi kesejahteraan bangsa.

0 Response to "Food Estate: Antara Harapan dan Kritik Cak Imin"

Iklan Atas artikel




Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Loading...

Iklan Bawah Artikel

Loading...