Jabatan Presiden 3 Periode Sama Saja Menampar Dan Menjatuhkan Saya

JAKARTA, comunitynews.com — Presiden Joko Widodo memperjelas tidak sepakat dengan saran waktu jabatan presiden diperpanjang jadi tiga periode. Dia juga merasakan berprasangka buruk faksi yang menyarankan wawasan itu malah ingin menjerumuskannya.

Jabatan Presiden 3 Periode Sama Saja Menampar Dan Menjatuhkan Saya


"Jika ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin mencari muka, atau ingin menjerumuskan. Hanya itu," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019).


Jokowi memperjelas, semenjak awal, dia telah mengemukakan jika dianya ialah produk penentuan langsung berdasar UUD 1945 pasca-reformasi.


Dengan begitu, waktu ada wawasan untuk mengamendemen UUD 1945, Jokowi telah mengutamakan supaya tidak melebar dari masalah haluan negara.


"Saat ini sebenarnya demikian kan, (ada saran) presiden diambil MPR, presiden tiga periode. Bertambah baik tidak perlu amendemen. Kita konsentrasi saja ke desakan external yang tidak gampang dituntaskan," katanya.


Awalnya, dalam gagasan amendemen terbatas UUD 1945 tersingkap beberapa opini dari warga berkaitan pergantian waktu jabatan presiden. Ada yang menyarankan waktu jabatan presiden jadi delapan tahun pada sebuah periode.


Ada juga yang menyarankan waktu jabatan presiden jadi empat tahun serta dapat diambil sekitar 3x. Saran yang lain, waktu jabatan presiden jadi lima tahun serta bisa diambil kembali sekitar 3x.


Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid awalnya menjelaskan, saran menambahkan waktu jabatan presiden didorong oleh Fraksi Nasdem.


Selain itu, Sekretaris Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa memperjelas, fraksinya ingin amendemen UUD 1945 tidak terbatas untuk hidupkan kembali GBHN.


Saan menjelaskan, walau belum diusulkan dengan resmi, Fraksi Partai Nasdem buka wawasan menambahkan waktu jabatan presiden jadi tiga periode.


"Ada wawasan, mengapa tidak kita membuka wawasan (waktu jabatan presiden) satu periode jadi tiga periode, ditambah lagi dalam skema negara yang demokratis kan warga yang benar-benar memastikan," tutur Saan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019).


Menurut Saan, wawasan menambahkan waktu jabatan presiden ada dari alasan efektivitas serta efisiensi satu pemerintahan.


Dia memiliki pendapat, waktu jabatan presiden sekarang butuh ditelaah apa memberi dampak pada kesinambungan proses pembangunan nasional.

"Pasti saat ingin mengubah waktu jabatan presiden itu bukan masalah contohnya satu periode tujuh tahun atau delapan tahun, atau per periode empat tahun. Tetapi kurang lebih waktu jabatan presiden ini dapat tidak kesinambungan dalam hal proses pembangunan," kata Saan.


"Jika kita punyai satu orang presiden yang baik, yang hebat, nyatanya contohnya programnya belum usai, mendadak waktu jabatannya habis, kan sayang. Saat bertukar akan ubah kebijaksanaan, kesinambungannya kan berhenti," katanya.

Sumber kompas

Iklan Atas artikel




Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Loading...

Iklan Bawah Artikel

Loading...